BENGKALIS – Bakal Calon Wakil Bupati Bengkalis, Andika Putra Kenedi, mengaku tak menyangka bahwa dirinya saat ini bisa dimajukan oleh Partai Golkar di Pilkada 2024.
Sebab, pria yang akrab disapa Andika Sakai ini berasal dari latar belakang yang sangat susah, sehingga tak pernah dibayangkan bisa berkompetisi di level Pilkada Bengkalis.
Diceritakan Andika, dia lahir di Desa Kesumbo Ampai, Kecamatan Batin Solapan, Kabupaten Bengkalis, pada 1 Januari 1990.
Di usia 3 tahun, Andika sudah menjadi anak piatu, karena ibunya, Warni, meninggal dunia.
Sejak itu, Andika dan adiknya yang masih berusia 1 tahun harus dibesarkan oleh neneknya di Desa Kesumbo Ampai, yang merupakan kampung Suku Sakai.
Untuk memenuhi kebutuhan Andika dan adiknya, nenek Andika seperti masyarakat Sakai lainnya, bekerja sebagai petani.
“Untuk hidup, nenek menanam kacang dan jagung untuk dijual. Hasilnya untuk memenuhi kebutuhan makanan dan susu kami, kami ni jarang makan nasi, kami banyak makan ubi, karena tak mampu beli beras,” cerita Andika, Jumat (6/9/2024).
Sementara ayah Andika, Edi Kamis Gidang, kembali ke kampungnya di Sebanga, tepatnya di Jalan Gajah Mada Km 10, Kecamatan Pinggir.
Ayah Andika yang bekerja sebagai truk pengangkut kayu balak, mengunjungi Andika dan adiknya setiap satu bulan sekali, dan menitipkan sedikit uang kepada neneknya.
“Pokoknya hidup kami susah lah, saya waktu kecil bahkan pernah tidak bisa beli pakaian. Tiga kali raya Idul Fitri , saya pakai baju yang sama. Namanya masa pertumbuhan, tentu baju itu sudah sempit, ya mau gimana lagi, jangankan beli baju, untuk makan saja kami susah,” ujarnya.
Hidup dengan nenek dijalani Andika sampai tamat SD, karena dia sudah diajak pindah oleh ayahnya ke Sebanga, dan bersekolah di SMPN 19.
Dengan keterbatasan dana, Andika berhasil menyelesaikan pendidikannya. Setidaknya sampai kelas 2 di SMAN 1 Mandau.
“Karena ekonomi sulit, tak sanggup lagi bayar sekolah, akhirnya pas mau naik kelas 3, saya putus sekolah di tahun 2007,” tambahnya.
*Putus Sekolah dan Mulai Bekerja*
Meski pahit, namun keputusan berhenti sekolah harus diambil Andika karena memang tidak ada cara lain untuk melanjutkan sekolah.
Pun begitu, Andika yang masih berusia 17 tahun tidak patah semangat dalam melanjutkan hidup, dia mengisi usia mudanya dengan bekerja.
“Ya namanya cuma punya ijazah SMP, saya cuma mampu bekerja kasar, seperti jadi petani, bersih-bersih kebun orang, cari kayu mahang, jadi kernet bangunan, banyak lah,” katanya.
Bahkan, lanjut Andika, dirinya pernah menjadi operator tambang pasir di Dumai, dan akhirnya melakukan pekerjaan yang sama di Siak.
“Di Siak itu, selain jadi operator untuk tambang pasir, saya nyambil juga jadi helper bangunan. Pokoknya, selagi itu halal dan saya punya sisa waktu dan tenaga, saya pasti terima pekerjaan apapun,” jelasnya.
*Melanjutkan Pendidikan*
Setelah bekerja dalam tentang waktu 2007-2010, dan berhasil mengumpulkan uang, Andika akhirnya memutuskan melanjutkan pendidikannya dengan mengambil ijazah penyetaraan atau Paket C, di tahun 2011.
Keputusan melanjutkan pendidikan, diyakini Andika merupakan buah dari keyakinan dia bahwa pendidikan merupakan sektor yang penting, untuk menjamin kehidupan lebih baik kedepannya.
Setelah mendapatkan ijazah Paket C, Andika kemudian memutuskan kuliah di Teknik Geologi, Universitas Islam Riau Pekanbaru.
Namun lagi-lagi faktor keuangan sempat menjadi hambatan.
“Akhirnya, saya memutuskan untuk menjual tapak rumah ukuran 20×20 meter untuk biaya masuk kuliah, itu saya jual Rp 9 juta, itulah modal kuliah saya,” ujarnya.
Andika mengakui, dirinya tidak memikirkan bagaimana untuk membayar uang SPP dan selanjutnya, karena dia siap untuk bekerja serabutan di Pekanbaru.
“Alhamdulilah, berkat keyakinan saya, akhirnya ada program beasiswa dari Chevron khusus anak Suku Sakai, sehingga ada keringanan, walaupun saya harus tetap mencari uang tambahan juga,” ulasnya.
Semasa berkuliah, Andika mengaku beberapa kali mengalami kesulitan finansial karena kiriman dari ayahnya kadang ada kadang tidak.
“Bahkan saya pernah makan pakai nasi dicampur penyedap rasa royco, siang makan yang rasa ayam, malam makan yang rasa sapi. Begitulah sulitnya dulu,” ujarnya.
*Tertarik di Dunia Organisasi*
Di masa perkuliahan, Andika mengaku tertarik dengan dunia aktivis dan organisatoris, karena dia senang membaca buku Lafran Pane, pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Tan Malaka, Pahlawan Nasional yang sangat terkenal di kalangan aktivis.
Akhirnya Andika memutuskan bergabung dengan HMI, dan mulai mengisi jabatan di beberapa organisasi, seperti Menteri di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIR, Ketua Mahasiswa Kecamatan Pinggir, Ketua Mahasiswa Sakai, dan organisasi lainnya.
“Saya tak menyangka, organisasi bisa membawa saya ke circle orang-orang besar, bahkan lewat organisasi saya bisa berkomunikasi dengan Cik Syahrial, yang waktu itu menjabat sebagai Anggota DPRD Bengkalis,” ujarnya.
Cik Syahrial, jelas Andika, merupakan orang yang berjasa besar untuk dia karena beberapa kali menjadi solusi dalam kesulitan yang dihadapinya, terutama berkaitan dengan biaya pendidikan.
“Jadi, saya dengan Cik Syahrial itu sudah kenal lama, tahun 2015 kalau tak salah, makanya ketika ditawarkan menjadi Calon Wakil Bupati mendampingi beliau, saya langsung menyatakan siap, karena saya tahu ketulusan beliau dalam membantu orang,” jelasnya.
*Mulai Perjuangkan Nasib Masyarakat*
Di awal masa perkuliahan, Andika menyadari bahwa ada anggapan negatif terhadap Suku Sakai, salah satunya dipandang sebagai kelompok yang tertinggal.
Namun anggapan yang muncul dari teman-temannya itu menjadi motivasi bagi Andika untuk menjadi orang besar kedepannya, dan dia memulai dengan melabeli nama Sakai.
Hingga akhirnya dia dikenal sebagai aktivis di Pekanbaru dengan nama “Andika Sakai”.
“Saya ingin membuktikan bahwa orang Sakai juga berhak sejahtera, orang Sakai punya hak yang sama, walaupun populasi kami sedikit,” tegasnya.
Tepatnya di tahun 2016, masyarakat Sakai berbenturan dengan PT Ivo Mas di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak. Dia langsung menggalang kekuatan untuk membuat gerakan.
“Ya namanya melawan perusahaan tentu kita sangat lemah, tapi dari sana saya memulai berbagai gerakan membela Suku Sakai, baik yang ada di Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis dan Kota Dumai,” terangnya.
Pergerakan itu dimulai Andika dengan memberi pemahaman kepada orang Sakai bahwa hanya orang Sakai lah yang harus memperjuangkan nasibnya sendiri.
“Kalau bukan kita yang memperjuangkan hak orang Sakai, siapa lagi yang akan peduli, mau sampai kita ditindas, kita ini pemilik tanah ulayat. Dari sana orang Sakai tak diremehkan lagi, dan beberapa kali gerakan kita berhasil, sehingga berdampak pada kesejahteraan orang Sakai, dan perjuangan akan terus saya lakukan,” ujarnya.
*Sadar Penting Berpolitik, Hingga Akhirnya Jadi Calon Wakil Bupati Bengkalis*
Andika menyadari, sekuat apapun dia menggalang kekuatan untuk membela masyarakat, khususnya Suku Sakai, tidak akan ada apa-apanya jika tidak ada campur tangan pemerintah.
“Dan jalan terdekat adalah dengan masuk di kompetisi politik, dan saya mulai mendaftar sebagai Caleg di tahun 2019,” katanya.
Namun perjuangan Andika di Pileg 2019 belum berhasil karena saat itu partainya, Nasdem, gagal meraih kursi di Dapil Batin Solapan. Hanya kalah 35 suara dari PKB. Padahal waktu itu, dia meraih suara pribadi mencapai 1200an.
“Ya mungkin waktu itu kondisi keuangan saya jauh lebih rendah dibanding Caleg dari partai lain, sehingga saya gagal,” tuturnya.
Meski begitu, perjuangan Andika tidak berhenti disitu, dia tetap memperjuangkan nasib masyarakat kecil yang ditindas oleh perusahaan.
Konsistennya membela masyarakat ini akhirnya dilihat oleh Ketua DPD Golkar Bengkalis, Syahrial. Sehingga, akhirnya dipinang menjadi Calon Wakil Bupati.
Salah satu alasan Andika menerima pinangan Syahrial adalah kekecewaan dia kepada Mantan Bupati Bengkalis, Amril Mukminin dan istrinya, Kasmarni, yang kini menjadi Bupati Bengkalis.
“Dulu kami bangga dan antusias, ada orang Sakai yang bisa duduk jadi Bupati, sehingga bisa perhatikan kami. Tapi selama kelompok mereka jadi penguasa, baik masa Pak Amril maupun masa Buk Kas, masyarakat kecil tak diperhatikan,” ujarnya.
“Bukannya membantu masyarakat kecil, mereka malah membangun dinasti politik, yang artinya mereka hanya memikirkan kelompok mereka, tak memikirkan rakyat banyak. Itulah yang mendasari saya untuk maju di Pilkada Bengkalis mendampingi Cik Syahrial,” tuturnya.
Sebab, dia melihat konsistensi Cik Syahrial dalam memperjuangkan masyarakat di Dapilnya, Kecamatan Rupat.
“Cik Syahrial ini punya cita-cita besar untuk masyarakat Bengkalis, terutama kelompok menengah ke bawah. Ketika jadi Dewan ada banyak usulan beliau yang ditolak Bupati Bengkalis. Usulan beliau itu sejalan dengan pemikiran saya, dan semua itu sudah kami tuangkan dalam bentuk visi misi. Kenapa kami bisa berpikir begitu? Karena kami sama-sama berasal dari orang susah, kami paham betapa sulitnya kehidupan masyarakat bawah.”
“Yang jelas, kami akan menjadi pemimpin yang mengayomi semua masyarakat tanpa membedakan Suku, agama, ras, dan golongan. Tidak ada intervensi dan intimidasi kepada pegawai pemerintahan, baik ASN maupun honorer, kepada penerima bantuan sosial, dan kepada pengusaha lokal,” tutupnya.***