JAKARTA – Pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup membawa dampak signifikan terhadap persyaratan teknis pengelolaan limbah, khususnya terkait fasilitas penampungan seperti kolam limbah. Peraturan ini menekankan pentingnya pembangunan kolam limbah yang harus memenuhi standar kedap air (impermeable) secara ketat guna mencegah kebocoran dan pencemaran air tanah yang dapat merusak lingkungan sekitarnya.
Soni,S.H.,M.H.,M.Ling.,C.Md.,C.LA Ketua Umum Aliansi Jurnalis Penyelamat Ligkungan Hidup mengatakan bahwa PP No. 22/2021, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, memperbarui sejumlah regulasi aturan lingkungan sebelumnya. Meskipun tidak secara spesifik mengatur “kolam limbah” dengan istilah tersebut, peraturan ini secara jelas mengatur mengenai persyaratan teknis fasilitas pengelolaan Air Limbah dan Penimbunan Limbah non-B3, yang secara implisit mencakup fungsi dan standar kolam limbah.
Persyaratan Kedap Air sebagai Mandat Utama
Berdasarkan ketentuan dalam PP 22/2021 dan peraturan pelaksanaannya (seperti Peraturan Menteri LHK terkait), setiap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang melakukan pembuangan dan/atau pemanfaatan Air Limbah wajib memiliki sistem pengolahan Air Limbah yang memadai, termasuk fasilitas penyimpanan dan penampungan.
Salah satu poin krusial yang digarisbawahi adalah kewajiban memiliki saluran Air Limbah kedap air dan fasilitas penimbunan Limbah non-B3 yang juga harus memenuhi persyaratan tertentu, termasuk lapisan kedap air (liner) yang memadai. Standar ini bertujuan memastikan bahwa limbah cair maupun residu limbah padat tidak merembes ke dalam tanah, yang dapat mencemari sumber air tanah yang vital.
“Kewajiban kedap air pada kolam limbah, baik itu kolam stabilisasi, kolam retensi, maupun fasilitas penimbunan, adalah langkah preventif utama untuk melindungi air baku dan ekosistem. Ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menerapkan prinsip pencegahan pencemaran lingkungan secara maksimal,” ujar soni.
Dampak dan Tantangan Implementasi
Bagi pelaku usaha, khususnya industri yang menghasilkan limbah dalam volume besar, penerapan standar kedap air ini menuntut investasi yang lebih besar dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pengolahan limbah. Perusahaan dituntut untuk menggunakan material pelapis (geomembrane atau sejenisnya) dengan spesifikasi teknis tinggi dan melakukan pengujian integritas secara berkala untuk menjamin bahwa fasilitas yang dibangun benar-benar kedap air.
Tantangan utama yang dihadapi oleh pelaku usaha adalah:
- Peningkatan Biaya Modal (Capex):Biaya konstruksi dan penggunaan material pelapis berstandar tinggi.
- Kepatuhan Teknis:Memastikan desain dan konstruksi fasilitas sesuai dengan standar teknis yang sangat detail yang tertuang dalam lampiran peraturan.
- Pengawasan dan Pemantauan:Perlunya sistem pemantauan yang ketat, termasuk titik pemantauan pada air tanah, untuk mendeteksi potensi kebocoran sedini mungkin.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup terus mengintensifkan pengawasan dan audit lingkungan untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha terhadap standar baru ini. Sanksi administratif hingga pidana siap menanti bagi pelanggar yang terbukti tidak memenuhi persyaratan kedap air dan menyebabkan pencemaran lingkungan terhadap usaha yang dilakukanya.
Soni menegaskan secara keseluruhan, PP No. 22 Tahun 2021 menandai era baru dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia dengan fokus yang lebih kuat pada aspek pencegahan dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan, memastikan kelestarian fungsi lingkungan bagi generasi mendatang.(Team Redaksi)
